Wednesday, October 17, 2012

Ucapan Kakak Caca








"Teteh itu hebat, Teteh tahu bakat Teteh apa dan Teteh berusaha keras untuk menggapai mimpi Teteh"

Caca



Saya tidak pernah merasa berguna untuk orang lain, jangankan itu, bahkan merasa penuh pun tidak. Lantas apa yang mesti dibagikan? Tidak ada yang lebih. Jelas itu dikarenakan ada lubang di dasar paling dalam, yang terus-menerus menggerogoti mengambil alih bagian dari diri saya. Keping demi keping, sedikit demi sedikit. Hingga membuat diri saya ringsek, bobrok. Kebolongan itu lantas dijejali setan dan malaikat bersamaan. Pusing hendak mendengar celotehan yang mana, keduanya saling bersahutan tidak memberikan saya jeda.


Tapi sepupu kecil yang berusia 10 tahun itu bisa mengucapkan kata-kata yang membuat saya ingin menjadi lebih baik, hingga mulai menambal lubang dengan sekuat tenaga. Karena, jika saya bisa menjadi lebih baik, ia pun akan berusaha menjadi yang terbaik.


Kakak Caca itu cantik, rambutnya digerai saja. Tidak ada yang bisa melarang kakak Caca untuk menjadi diri kakak Caca yang sebenar-benarnya.

Tuhan dan Belas Kasih-Nya

Saya tidak tahu

Sama sekali

Bagaimana cara Tuhan berpikir

Mengenai pembalasan perilaku

Sampai kapan yang memiliki dosa didera

Tapi jelas,

Ia Maha Tahu yang terbaik

Di antara pendosa itu adalah sejawat saya

Saya pun juga setali tiga uang dengan mereka

Tuhan, saya titip mereka dalam belas kasih-Mu

Tolong berikan mereka lebih daripada yang Engkau berikan padaku

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Monday, October 1, 2012

Pemilihan Gubernur dan Cyber Bullying

Sudah lama saya tidak menulis dengan konteks seperti ini. Selamat kepada Jakarta atas keberhasilan pesta demokrasi pemilihan gubernur. Mungkin saya disini bukan mempermasalahkan yang terpilih. Ya, saya memang memilih Fauzi Bowo, tapi itu bukan berarti saya tidak memilih dengan hati nurani dan bukan berarti saya adalah bodoh adanya, apalagi dapat nasi bungkus. Ada beberapa pertimbangan dan salah satunya adalah karena para pendukung Jokowi yang sebagian besar berbasis di dunia maya adalah pelaku Cyber Bullying yang amat keterlaluan menurut saya. Setiap ada orang yang memiliki pemikiran berseberangan akan langsung dicaci-maki dengan kata-kata kasar yang tidak manusiawi.

Saya memiliki trauma tersendiri terhadap bullying. Ya, memang saya punya pengalaman buruk semasa bersekolah di Jakarta.

Saya lahir di Jakarta dan menghabiskan masa kanak-kanak di Jakarta. Hingga pada suatu masa kami sekeluarga pindah ke Bekasi, walau praktis menjadi 'warga' karena memang  banyak menghabiskan waktu di rumah nenek saya di Jakarta. Namun ketika saya memilih melanjutkan pendidikan di Jakarta, kami sekeluarga akhirnya kembali ke Jakarta. Semasa sekolah saya mendapatkan tamparan yang begitu keras, murid di sekolah itu memang banyak yang merupakan pelaku penindasan, walaupun masih ada tentunya orang-orang baik disekitar saya. Namun, kejadian demi kejadian sudah kadung mengguncang jiwa saya, bahkan sampai sekarang.

Perilaku bullying didasari oleh kebencian yang tidak berkelas dan tidak jelas. Cyber bullying terlebih lagi, karena sifatnya adalah hit and run, sehabis memojokkan toh tidak bisa dibalas, akunnya saja anonim. Toh yang mencela bukan berarti sudah paling mengerti permasalahnya, bukan kah kita hanya tahu duduk perkara dari media massa? Butuh berapa lama sih bagi kita untuk menyadari bahwa media massa itu sangat politis, tergantung kepentingan dari si empunya?

Apakah kita semua tahu bagaimana duduk perkara di kota ini secara menyeluruh?
Apakah kita jelas tahu siapa yang salah atau benar?
Apakah kita sudah pantas menghakimi orang lain?
Begitu yakinnya para pendukung bahwa kompetitor adalah orang paling berdosa dan semua yang dilakukannya adalah kebohongan publik.
Tak heran kalau masyarakat di kota ini bisa menggebuki orang seenaknya karena dituduh mencopet padahal belum tentu.
Tak heran tawuran sering terjadi, bahkan bisa mengakhiri hidup korban-korban yang seharusnya masih punya kesempatan untuk meraih mimpi mereka.
Mental Penindas itu adalah awal dari itu semua.

Isu SARA menjadi pembenaran untuk menggencet lawan yang disinyalir sebagai biangnya perpecahan. Tahu kah Anda Sekalian bahwa praktek-praktek politik itu belum tentu dilakukan oleh orang yang bersangkutan, bisa jadi dari  itu bahkan dari sisi yang Anda bela, walaupun mungkin itu bukan datang dari tokoh yang Anda sekalian junjung, bisa jadi itu orang-orang di belakang layar, yang sengaja mengambil keuntungan dari perpecahan kita. Janganlah terlalu naif untuk mengambil kesimpulan.

Jauhilah fanatisme, itu akan membawa kita kepada pergumulan yang subversif. Kasihan Pak Jokowi harus menanggung malu para pendukung yang tidak mau berpikir jernih. Ada tugas besar, Pak, untuk ke depan, yaitu membuat warga Jakarta lebih toleran atas perbedaan pendapat. Semoga berhasil mengarungi kota yang penuh dengan hati-hati penindas, semoga hati bapak cukup bersih sehingga bisa menginspirasi para penindas itu untuk meninggalkan kebiasaan mereka.