Friday, July 24, 2009

Puisi Terulang

Sebelum tidurnya
Ia berbicara kepada langit-langit
Wahai langit-langit, mengapa tak ingin jadi langit?
Terpuruknya nasibmu
Lalu dijawabnya
Aku ingin lebih dekat denganmu ketimbang berjauhan

Ditanyanya lagi
Wahai langit-langit, inginkah sebening langit pagi dan sekelam langit malam?
Sedihnya engkau hanya putih retak dan bernoda hujan
Aku senang hanya begini, asal bisa melindungimu dari hujan dan terik serta mendoakanmu dalam tidurmu

Ditanyanya lagi
Wahai langit-langit, mengapa kau senang bersahaja ketimbang memakai jubah bertabur kilau bintang layaknya langit malam atau bersinar keemasan menyilaukan layaknya langit siang?
Bagiku tak pantas, alangkah congkak
Kalaupun boleh, mungkin aku mau meminjam jubah jingga temaram dengan semburat nila langit sore
Agar aku bisa menentramkanmu

Katanya lagi
Aku mengerti
Kau memang bernilai lebih
Dari apapun
Ia pun beranjak tidur
Mengatupkan mata
Seraya tersenyum
Ia tau, ia aman dalam lelapnya
Ia tahu langit-langit itu akan ada untuknya
Ia tahu langit-langit itu.... Akan ia sukai





Hati-hati menaruh hati
Karena hati itu seperti kaca
Kau tentu tak mau melihat matanya berkaca-kaca
Kecuali ia hanya mata-mata
Karena itu tandanya ada yang pecah berkeping-keping
Keping mana yang kau mau?
Yang tajam-tajam menusuk jari-jemari penenun kain sehingga darahnya merusak pola-pola yang tercipta
Atau yang tumpul hingga membuat otakmu kayak otak-otak malahan membuat tubuhmu biru-biru dan matamu lebam-lebam
Oh
Keduanya pilihan yang sama-sama
Makanya hati-hati
Tak terlihatkah rambu-rambu disana?
Apakah kau kelewat rabun?
Susah ya dilafalkan?
Sudah kubilang otakmu telah berubah jadi tak-otak
Makanya hati-hati

No comments: