Waktu masih SMA, saya sering ke toko buku Gramedia Matraman. Letaknya dekat dengan sekolah saya yang berada di Salemba, sekali naik angkot nyampe. Kalau mau jalan juga deket kok. Kayak dari gerbang depan ke gerbang belakang ITB. Jauh sebelum Gramedia Matraman direnovasi menjadi seperti sekarang, ada seorang kakek-kakek peniup suling yang biasanya duduk di emperan depan Gramedia. Biasanya dia memainkan lagu soundtrack KDI. Entah kenapa..
Ia punya banyak jenis seruling dari yang Yamaha warna gading, yang warna biru tosca transparant (aduh sampe sekarang saya belom kesampaian beli, padahal suka banget..), sama beberapa pipa paralon yang dibolongi. Tapi yang paling sering ia mainkan adalah si pipa paralon. Suatu hari saya tanya, "Pak, kenapa pake seruling paralon? kan Bapak punya seruling yang bagus..". Lalu jawabnya, "Suaranya lebih bagus yang paralon, Mbak". Oh.. Baiklah.. Saya mengerti, barang buatan sendiri memang lebih spesial, lebih punya unsur personal. Cuma orang yang memakainya yang mengerti.
Sebelum Lebaran tahun itu, saya tanya ke kakek itu, "Bapak rumahnya dimana, Pak?". Katanya, "Saya di Kramat Sentiong, Mbak". Saya tanya lagi, "Asli Jakarta, Pak?". Jawabnya lagi, "Nggak, Mbak. Nanti Lebaran saya pulang kampung." Sehabis Lebaran, saya hendak menemuinya lagi, tapi Ia sudah tidak pernah datang lagi kesitu. Mungkin sudah pulang kampung dan tidak kembali. Lagipula, Gramedianya sudah menjadi terlalu megah. Semoga Kakek itu diberkahi dimanapun ia berada sekarang :)
Ia punya banyak jenis seruling dari yang Yamaha warna gading, yang warna biru tosca transparant (aduh sampe sekarang saya belom kesampaian beli, padahal suka banget..), sama beberapa pipa paralon yang dibolongi. Tapi yang paling sering ia mainkan adalah si pipa paralon. Suatu hari saya tanya, "Pak, kenapa pake seruling paralon? kan Bapak punya seruling yang bagus..". Lalu jawabnya, "Suaranya lebih bagus yang paralon, Mbak". Oh.. Baiklah.. Saya mengerti, barang buatan sendiri memang lebih spesial, lebih punya unsur personal. Cuma orang yang memakainya yang mengerti.
Sebelum Lebaran tahun itu, saya tanya ke kakek itu, "Bapak rumahnya dimana, Pak?". Katanya, "Saya di Kramat Sentiong, Mbak". Saya tanya lagi, "Asli Jakarta, Pak?". Jawabnya lagi, "Nggak, Mbak. Nanti Lebaran saya pulang kampung." Sehabis Lebaran, saya hendak menemuinya lagi, tapi Ia sudah tidak pernah datang lagi kesitu. Mungkin sudah pulang kampung dan tidak kembali. Lagipula, Gramedianya sudah menjadi terlalu megah. Semoga Kakek itu diberkahi dimanapun ia berada sekarang :)
1 comment:
tiap orang punya kehidupan...
dan itu misteri yang tak terungkap...
salam kenal...
Post a Comment